Senin, 27 Agustus 2012

Saneering, 24 Agustus 1959

Dalam memori bangsa Indonesia tercetak beberapa peristiwa moneter yang bisa dikatakan penting dan, mmm..cukup mencengangkan. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah untuk mengebiri nilai uang. fenomena moneter ini kemudian dikenal dengan istilah saneering, didasarkan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/1959. Menetapkan penurunan nilai mata uang kertas seri hewan emisi 1957 dari pecahan bernilai 500 Rupiah bergambar harimau dan 1000 rupiah bergambar gajah, menjadi tinggal 10 persen saja dari nilai semula. Pecahan yang bernilai di bawah 500 dan 1000 tetap berlaku dengan nilai yang sama, sedangkan deposito di atas 25.000 rupiah dibekukan dan diganti dengan obligasi negara. Rupiah kemudian didevaluasikan terhadap dollar Amerika dari 1:11,4 menjadi 1:45.
Kabinet Kerja I yang dipimpin langsung Presiden Soekarno dengan Menteri Pertama  Ir. Djuanda Kartawidjaja dalam memori penjelasan mengungkapkan pengambilan kebijakan ini untuk  mengurangi volume uang yang beredar dan mencegah perdagangan gelap yang merugikan negara.
Kebijakan ini berselang sembilan tahun setelah diterapkannya Gunting Sjafrudin pada tahun 1950, salah satu usaha pemerintah dalam menyedot jumlah mata uang yang beredar  melebihi ambang batas. Tak urung masyarakat kembali dihantam oleh berbagai masalah ekonomi yang membuntuti sebagai dampak diterapkannya pengebirian uang. Sebenarnya kebijakan ini ditujukan terutama kepada kaum spekulan dan pemegang "uang panas". Tapi kenyataannya hampir seluruh masyarakat terkena. Sebab umumnya orang segan memegang pecahan limapuluh dan seratus atau lebih kecil lagi.


Teks: Wiwit Jawi Indah (dari berbagai sumber)
Foto: Repro Banknotes and Coins from Indonesia 1945-1990

Tidak ada komentar:

Posting Komentar